May Day, Negara Dinilai Tak Komitmen Lindungi Pekerja, Justru Lebih Dekat ke Pengusaha

- 30 April 2024, 21:52 WIB
Hari Buruh Internasional, salah satu momen global yang diperingati pada 1 Mei.
Hari Buruh Internasional, salah satu momen global yang diperingati pada 1 Mei. /Freepik

Kalangan Jambi - Perlindungan terhadap buruh atau pekerja di Indonesia seharusnya menjadi prioritas mengingat negara ini menganut prinsip demokrasi. Namun, ironisnya, situasinya tidak mencerminkan hal tersebut, seperti yang disoroti oleh Guru Besar Sosiologi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sugeng Bayu Wahyono.

"Kita ini negara demokrasi, hak-hak buruh harusnya dilindungi negara, negara seharusnya melakukan tawar-menawar dengan korporasi, dengan perusahaan, agar mewujudkan itu," ujarnya kepada Pikiran-rakyat.com saat ditemui di kediamannya di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Selasa, 23 April 2024.

"Lapangan kerja saat ini sempit, buruh tidak mempunyai alternatif lain. Mungkin kalau zaman Orde Baru, zaman otoriter, wajar buruh dieksploitasi, tetapi ini negara demokrasi," jelasnya.

Baca Juga: Buruh Gen Z Belum Sejahtera, Perlu Serikat Pekerja Sebagai Wadah Menyuarakan Keresahan

Mengenai buruh Gen Z, pria yang akrab disapa Bayu ini menekankan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan buruh, semakin rentan mereka dieksploitasi. Posisi tawar mereka pun lemah di hadapan perusahaan yang akan mempekerjakannya, serikat pekerja juga tidak berdaya.

"Tidak berdayanya buruh juga dipicu sikap fatalistik, itu sikap nrimo (menerima) akan nasib yang ada, mereka tidak memiliki keinginan melakukan perubahan struktural dan radikal, perubahan yang menyeluruh dan ekstrem," tuturnya.

Guru Besar yang juga mengajar di Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut menyayangkan negara yang diam atau tidak hadir mendampingi para buruh. Padahal, negara seharusnya berada di belakang buruh. Ia pun memberikan dua solusi agar masalah tersebut terselesaikan.

"Solusi pertama, negara perlu memakai pendekatan kesejahteraan, dari yang orientasinya growth (pertumbuhan) menjadi wealth (kesejahteraan). Kesejahteraan buruh seharusnya diperhatikan, bukan pertumbuhan ekonominya saja," ujarnya.

Terkait regulasi, Bayu menyebut hal itu sudah dimiliki negara, tetapi komitmen untuk menjalankannya yang rendah. Negara tinggal melakukan monitor terhadap banyak perusahaan di Indonesia, tidak perlu khawatir investor akan pergi, tidak perlu takluk kepada para pengusaha tersebut.

"Selain komitmen negara, perlu juga kontrol oleh masyarakat, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), sipil, dibantu media melalui jurnalisme investigasi. Tidak terlalu sulit menjalankan regulasi sebenarnya, apa yang sulit?" kata pria 63 tahun tersebut.

Halaman:

Editor: Halim


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah