ESAI: Bahasa Daerah dan Lokalitas dalam Karya Sastra sebagai Strategi Pemertahanan Bahasa

- 19 April 2024, 22:58 WIB
Ilustrasi - Strategi pemertahanan bahasa daerah
Ilustrasi - Strategi pemertahanan bahasa daerah /Kemendikbudristek /

Dalam perkembangan puisi mutakhir, persoalan lokalitas sering dibahas berdasarkan daerah. Maksudnya hampir setiap daerah di Indonesia punya pembahasan sendiri mengenai lokalitas dalam sastra. Di Jambi pun demikian, seperti Ramoun Apta dan Rini Febriani Hauri. Ramoun Apta dalam karya-karyanya memanfaatkan idiom-idiom daerah sebagai ironi dalam karyanya. Hal tersebut dapat dlihat dari contoh berikut

Tak perlu kau cari

Limau purut yang hanyut di air deras itu,

Yang tersangkut di bebatu

Yang terkantung-kantung di sesela kayu tumbang

Atau yang terapung-apung

Cirit kuning kecoklatan itu

(Tak Perlu, Ramoun Apta: 2016)

Jika diinterpretasikan, limau purut ialah jeruk purut yang mengartikan kenangan antara “kau” dalam puisi dan “aku” penulis. Hal ini menggambarkan ironi yang sudah “hanyut” dan tak perlu dikenang lagi. Kenangan itu pula sudah hilang bersama “cirit”. Menariknya kosakata daerah tersebut dapat membangun ironi dan perasaan. “Cirit” adalah perwakilan dari pergolakan hati yang sudah tidak dapat menerima. Pada dasarnya “cirit” diartikan sebagai kotoran atau ampas yang sengaja dibuang yang keluar dari tubuh manusia. Penulis mencoba menuliskan momen puitiknya, lewat dari apa yang didekatnya – lokalitas dan bahasa daerah.

Halaman:

Editor: D. Sanjaya Putra


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah