Suara Kemarahan pada Tambang Emas Ilegal di Sungai Telang Bungo

- 14 Juni 2024, 21:25 WIB
Sejumlah aktivis dan jurnalis lingkungan di Jambi menggelar diskusi Nyuara Nyore, merayakan suara kemarahan terkait tambang emas ilegal di Sungai Telang, Bungo, Jambi
Sejumlah aktivis dan jurnalis lingkungan di Jambi menggelar diskusi Nyuara Nyore, merayakan suara kemarahan terkait tambang emas ilegal di Sungai Telang, Bungo, Jambi /Kalangan Jambi/

KALANGAN JAMBI - Permasalahan penambangan emas tanpa izin (Peti) di Jambi telah menjadi isu yang sangat memprihatinkan dalam beberapa tahun terakhir. Praktik ilegal ini tak hanya merusak lingkungan, tetapi juga menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang signifikan.

Lewat Nyuara Nyore yang diselenggarakan Rambu House, sejumlah aktivis dan jurnalis lingkungan gelar diskusi mengungkap permasalahan aktivitas penambangan emas ilegal di Desa Sungai Telang, Kabupaten Bungo, Jambi.

Kegiatan diskusi bertajuk "Save Sungai Telang, Rayakan Kemarahan", menghadirkan empat pembicara, yakni Ahmadi selaku pemuda Dusun Sungai Telang, anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jambi bernama M Sobar Alfahri, Sekretaris Pewarta Foto Indonesia (PFI) Jambi bernama Wahdi Septiawan alias Aan, dan Koordinator Komunikasi KKI Warsi Rudy Syaf. Diskusi ini berlangsung di Rambu House Space, Kecamatan Danau Sipin, Kota Jambi, Jumat, 14 Juni 2024.

Baca Juga: 500 Mahasiswa Unja Diberi Edukasi Karhutla Korem Gapu/042, BPBD, Manggala Agni dan Polda Jambi

Ahmadi, pemuda Sungai Telang mengatakan bahwa kepala desa alias Rio Dusun Sungai Telang, disinyalir terlibat di balik aktivitas ilegal itu. Sejak ia menjabat, tahun 2020, pertambangan emas tanpa izin (PETI) masuk ke desa tersebut.

Imbasnya, air sungai di Dusun Sungai Telang mengalami kekeruhan. Padahal, sungai itu menjadi tempat mandi dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tidak hanya warga, para santri juga terdampak.

Konflik horizontal antar warga, berlangsung karena PETI. Terdapat segelintir pelaku PETI yang memiliki hubungan keluarga dengan masyarakat yang menolak aktivitas merusak lingkungan itu.

"Jadi, yang menolak menjadi dilema, akhirnya masyarakat tidak terlalu berani untuk membuka ke publik secara terang-terangan," kata Ahmadi.

Tidak hanya konflik horizontal, ada juga konflik vertikal, yakni antara mayoritas warga dan Datuk Rio Dusun Sungai Telang.

Di balik permasalahan itu, para pemuda dan masyarakat umum, termasuk perempuan, sudah melakukan demo sebanyak dua kali. Mereka bahkan sempat razia ke lapangan hingga membaca Yasin dan doa bersama dengan harapan PETI berhenti.

"Yasinan juga dihadiri Wabup, bahkan ia melihat kerusakan dan kekeruhan sungai tapi beliau hanya diam tak merespons," kata Ahmadi.

Baca Juga: YPJ Menang Banding, PT TUN Jakarta Kuatkan Pembatalan Yayasan Pendidikan Batanghari Jambi dan YPJ 77

Rudi mengatakan dalam aktivitas PETI sungai dikeruk dengan ekskavator. Material berupa bebatuan dan lumpur, kembali sungai membuat pendangkalan.

Penambangan emas telah merubah bentang alam (sungai) dan mengakibatkan banjir bandang. Itu sudah terbukti di Sungai Telang.

Total tambang emas terbuka di Jambi, kata Rudi, mencapai sekitar 48 ribu hektare. Sekitar 1.000 hektare legal tetapi juga merusak lingkungan karena menggunakan teknologi yang sama.

Dampak lainnya, adalah kedangkalan imbas sedimentasi dari hulu sampai hilir Sungai Batanghari sampai di tepi laut, Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Merkuri yang dihasilkan dari PETI tentu mencemari sungai. Namun, kata Rudi, belum ada riset yang mengekspos kandungan merkuri di Sungai Batanghari lebih lanjut.

"Korban merkuri, contoh kasusnya di Minamata Jepang, penduduk setempat mengalami kecacatan permanen dampak paparan merkuri," kata Rudi.

Sebagian warga terpaksa memanfaatkan sumur bor yang membuat pengeluaran rumah tangga warga melonjak.

Baca Juga: Arab Saudi Siapkan Jalan Karet di Arafah untuk Kelancaran Ibadah Haji

Sobar Alfahri mengatakan hampir semua masyarakat Dusun Sungai Telang menolak PETI. Karena itu, saat ia melakukan peliputan di sana, ada masyarakat lokal yang mendampingi dan Sobar pulang dengan aman.

Berdasarkan informasi yang didapatkan, masyarakat terpaksa membuat sumur sejak adanya PETI. Para santri mengalami gatal-gatal diduga karena menggunakan air sungai.

"Masyarakat yang begitu religius dari pesantren juga mengharamkan donasi yang masuk dari pelaku PETI," katanya.

Sobar mendengar kabar bahwa kepala desa terlibat di balik aktivitas ilegal itu. Tidak hanya itu, aparat penegak hukum turut dikabarkan terlibat dalam penambangan emas ilegal di sana. Para pelaku amat terstruktur dan rapi.

"Beberapa pemuda diintimidasi oleh orang tak dikenal (preman) agar tak bersuara untuk menolak peti," kata jurnalis CNN Indonesia itu.

Baca Juga: Nubia Neo 2 5G: Smartphone Gaming Rp2 Jutaan dengan Performa Tangguh

Bahkan, ada pemuda yang membuat surat terbuka untuk Presiden RI, Joko Widodo, pada Februari 2024 lalu, tetapi belum ada dampak signifikan terhadap penegakan hukum di Sungai Telang. Dalam surat terbuka itu, pemuda ini mengeluhkan mendapatkan intimidasi sehingga meminta pertolongan.

Ketika razia yang dilakukan polisi pada bulan Mei 2024 lalu, pun tak ada pelaku yang ditangkap. Pemodal PETI masih bebas dari jerat hukum.

Masyarakat Dusun Sungai Telang, kata Sobar, memiliki kesadaran ekologis sehingga ingin menjaga hutan.

"Masyarakat ingin mengembangkan ekonomi yang ramah lingkungan, seperti pengelolaan kopi Robusta dan ekowisata," katanya.

Sementara itu, Aan mengatakan jurnalis dan media massa harus mengambil peran untuk mendorong penegakan hukum terhadap pelaku PETI. Namun, juga harus berhati-hati dengan identitas narasumber yang sebaiknya dilindungi.

"Agar tak berdampak pada intimidasi terhadap mereka," katanya.***

Editor: D. Sanjaya Putra


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah